|
Pencak silat
dan politik di tanah air
Semenjak rezim Suharto runtuh teror, boom, pembunuhan , kekerasan konflik
ethnik terjadi di beberapa daerah tertentu dimana daerah itu mudah untuk
dijadikan kambing hitam politik.
Disini beberapa perguruan pencak silat juga ikut andil dalam political
game .
Yang menarik diamati salah satu perguruan pencak silat yang jumlah anggotanya
sangat besar sekali kurang lebih 5.000.000 pesilat di Jawa Timur yaitu
Perguruan Pencak Silat Pager Nusa yang belakangan ini namanya sangat mencuat
di arena percaturan politik di Nusantara. Bermula dari peristiwa pembakaran
kereja-kereja di Situbondo , pendekar kita "Saleh" meninggal
dunia digebukin meliter di dalam sel tahanan . Berlanjut dengan peristiwa
pembunuhan dukun santet dan Ninja di Banyuwangi , Situbondo, Bondowoso,
Jember, Malang dan sekitarnya beberapa Kiai mati terbunuh dituduh sebagai
dukun santet. Peristiwa ini General Hartono yang gosipnya juga pacar Mbak
Tutut dituding oleh masyarakat Jawa Timur.
Sejak serentetan peristiwa di Jawa Timur yang sebagian penduduknya dari
kelompok Nahdatul Ulama dan PDI Perjuangan ini bersatu padu untuk membangun
kekuatan berjaga malam bersama dengan banyak sekali membangun gardu-gardu
penjagaan , jika malam sudah datang dimana jalan-jalan di bubuhi batang
pohon pinang dan kelapa agar kendaran berjalan pelan dan penumpangnya
di periksa.
Pelaksana keamanan ini adalah pesilat Pager Nusa dengan bersenjata golok,clurit,
lancor yang panjang-panjang dan menakutkan.
Untuk melengkapi keperluan pertahanannya pesilat ini di beri ilmu anti
senjata tajam/kebal (dijesek) oleh Kiai-kiai yang berpengaruh didaerah
itu.
Peristiwa ini juga memberikan pendapatan kepada Kiai karena penduduk yang
bukan anggota Pager Nusa juga ingin mempertahankan diri dari kekerasan
itu dengan meminta ilmu kebal dan memberikan imbalan uang .
Rasa tidak aman sudah merasuk pada semua lapisan masyarakat terutama keturunan
China , Pager Nusa menakutkan masyarakat sedangkan polisi meliter tidak
lagi dihargai, apa lagi semenjak Gusdur menjadi presiden, pesilat-pesilatnya
merasa sewena-wena. Pesilat itu bersumpah bersedia mati untuk Gusdur .
Kita melihat kejadian peristiwa di Kecamatan Tamanan , Bondowoso dimana
pesilat membabat meliter dan polisi, juga di kota yang sama pesilat Pager
Nusa menyerang kantor polisi menuntut pembebasan kawan-kawannya yang ditahan.
Gugur lagi 6 pesilat ditembak polisi.
Sangat mengerikan sekali jika pesilat sudah bersikap seperti ini ,bagaimana
jika kejadian seperti ini diikuti oleh perguruan-perguruan pencak silat
lainnya seperti Pendekar-pendekar Banten yang bersedia mati jika dibayar
.
IPSI sebagai organisasi olahraga non politik seharusnya tidak membiarkan
anggotanya bersikap atau terlibat dalam percaturan politik yang membahayakan
orang banyak, kebebasan perpendapat dan berbicara itu semua hak orang
, tetapi menyertakan pencak silat untuk kekerasan bukan pilihan yang benar.
Jika keadaan ini tidak diselesaikan oleh IPSI sebagai induk organisasi
yang memayungi perguruan-perguruan pencak silat di tanah air, nantinya
dengan mudah beberapa perguruan pencak silat akan dijadikan sebagai herder
politik, ini sangat memungkinkan karena kebanyakan pesilat berasal dari
keluarga menengah kebawah
Salam dari Sicilia
Ciaooo Arivederchi
O'ong Maryono
back
to main page back to reflections
|